Wednesday, October 6, 2010

Bungsu

Dan ketika si bungsu harus kembali menjadi sang sulung. Dunia serasa dipermainkan oleh waktu dan manusia-manusia dalam lakon ini. Bila untuk kesekian kalinya si bungsu lagi-lagi harus mengorbankan dirinya demi sebuah kepentingan bersama. Dan sungguh tak adil rasanya, bila apa yang selama ini si bungsu raih, harus menjadi bagian yang sia-sia. Si bungsu tak pernah menginginkan untuk dilahirkan sebagai bungsu. Hanya saja, roda kehidupan dan peruntungan kerap berpihak pada dirinya. Dan sungguh tak bisa disalahkan bila akhirnya si bungsu lah yang kemudian kerap memegang kendali atas sebuah hal yang disebut keluarga.
Keadaanlah yang kerap memaksa si bungsu untuk menjadikannya si sulung dan bahkan kerap menggantikan peran seorang kepala keluarga.
Dan sungguh tak dipungkiri jualah, bila akhirnya si bungsu kerap menjadi dominan dalam hampir segala hal, karena ujung-ujungnya keadaan jualah yang menjadikannya seperti itu.
Si bungsu kerap mengubah perannya, untuk tetap menjadi si bungsu, tetapi mereka-mereka jualah yang terus memaksanya untuk menjadi si sulung. si bungsu merindukan masa-masa saat ia tetap menjadi bungsu dan menginginkan untuk selalu tetap seperti itu.
Kali ini, peran si bungsu berganti lagi, untuk menggantikan posisi si sulung dan bahkan peran kepala rumah tangga. Lagi-lagi sepertinya ia harus menggantikan posisi-posisi itu. Posisi yang selalu mereka tinggalkan disaat-saat genting seperti ini. Dan biarkanlah juga untuk kali ini (dan mungkin yg terakhir kalinya), si bungsu memerankan perannya sebagai si bungsu, dan bersikap seolah ia tak lagi peduli. Tapi sungguh ia bukan tak lagi peduli, hanya saja ia memberikan apa yang si bungsu miliki menurut kapasitasnya sebagai si bungsu.

No comments:

Post a Comment