Wednesday, April 20, 2011

papi *si anak anjing.... hihihihi... *maaf...

Kau tau betapa aku pernah membencinya?
Murkaku pernah kuluapkan kepadanya...
Teriakan histerisku bahkan pernah membahana di terik siang kala itu..
Yang kuingat di kala itu hanyalah kesedihan dan kebencian terhadap sosok itu..
Berbulan-bulan ku pernah tak bertegur sapa dengannya...
kami saling tak berpandangan bila kami berpapasan..

Tapi itu adalah cerita masa lalu kami..
Buah-buah kepahitan di masa yang kelam...
Sesuatu membuat kami tersadar... ya..itu kami... aku, dia dan dirinya..

Hari telah berganti, panas bergantikan hujan, dan hujan tergantikan oleh terik matahari.
Kami telah mengubur akar pahit yang tertanam bertahun-tahun lamanya..
Akar pahit itu telah tergantikan dengan rindangnya pepohonan dimana kami berada didalamnya.

Hari ini kami tersadar (lagi) untuk kesekian kalinya..
Kami, aku, sungguh mencintainya...

Saat itu, ia telah mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu yang sedari dulu tak pernah mau ia lakukan.
Ia berada di dalam ruangan itu, mengeluhkan kesakitannya kepadaku.
Kesakitannya hanya kujadikan keluhan semata, yang kudengar untuk sejenak dan kemudian kularutkan dalam kesibukanku menonton televisi dan pesan-pesan singkat yang dikirim teman-temanku.
Aku sungguh hanya menjadikan keluhannya menjadi sebuah kemanjaan seorang lelaki yang tak kuat menahan rasa sakit.
Sebuah lagu terdengar dari telepon genggamku, panggilan masuk dari seorang sahabatku. Dan lagi-lagi aku terlarut dalam percakapan di ponselku tanpa menggubris dirinya yang terbaring di sebelahku.
Sejenak, aku beranjak dari tempat dudukku dan pergi dari ruangan itu.
Tak berapa lama, aku kembali ke dalam. Namaku dipanggilnya, "mual de, ambilin ember, pengen muntah".

Ia terduduk di tempat tidur itu, tanganku dibahunya, memberi ia pijatan, untuk meredakan kesakitannya.
Tiba-tiba ia terjatuh menindih tanganku yang tadi masih di bahunya.
Gelap, panik, dan ketakutan tiba-tiba menyelimutiku.
Ia hanya menggeram tak dapat berkata-kata, matanya yang tadi terpejam menatapku tajam. Oh Tuhan, kataku. Sungguh, ini ga lucu... Beneran Tuhan, ini ga lucu.
"Suster.. suster.." Teriakku....
Aku mengusap wajahnya, berusaha menyadarkannya dengan usapan di keningnya. Ia hanya menatapku tanpa bersuara.

Pertolongan datang, para suster tergopoh-gopoh menghampiri dan memberikan pertolongan.
Ia tertidur... wajahnya masih tetap pucat, baju yang ia kenakan basah.

Saat itu,,, hari itu dan hari ini...
Aku, kami tersadar...
Kami sungguh mencintainya...


*papi (anak anjing... hihihi.. bercandaanku bersama abangku)
hanya kau yang tersisa.. dan sungguh.. kami tak akan menyia-nyiakan dirimu seperti masa lalu itu.
Please take care my beloved daddy... aku dan mas avi sayang bapak...





No comments:

Post a Comment